Selasa, Desember 11, 2012

Ruang Kecil Dan Mimpi Mimpi Besar


Dear Mawar,
aku sebut mawar karena ini bukan diary...


Ibuku baru saja pulang dari sebuah pusat perbelanjaan yang cukup ternama,
dia berkata baru saja ditraktir ratusan ribu oleh seorang temannya yang berprofesi sebagai jutawan.

Ibuku bercerita dia baru pertama kali melihat orang yang membeli cincin seharga 46 juta hanya dengan selembar kertas, mungkin cek namanya. Mereka berbelanja tidak mengeluarkan uang sepeser pun, setiap menemui kasir, yang diperlihatkan adalah selembar kertas voucher. aku membayang kertas itu memiliki mantera sihir yang dapat membuat siapa saja menghormatinya, bisa jadi kertas voucher itu semacam mantera ilmu gendam yang bisa membuat siapa saja tak berdaya.

Oleh-oleh darinya hari ini adalah gudeg, dan kue-kue berharga mahal seperti beberapa hari sebelumnya.
Ibuku bilang kalau temannya ini membeli gudeg habis 400 ribu, cuma membeli gudeg, dan kue-kue yang dibawakan pulang seharga seratusan ribu.

Pada saat ibu bercerita kepadaku,
kami berada disebuah tempat yang cukup kecil,
ruang tersebut mungkin sebuah ruang tamu bagi keluargaku, karena sering membicarakan hal yang serius di tempat itu.
Walaupun tempat itu berukuran kecil,
tapi ditempat itu sering terlahir mimpi-mimpi besar dalam keluargaku.


Sebelum ibuku bercerita denganku,
ibuku bertemu dengan seseorang.
Ibuku bercerita dia habis darimana saja.

Kamu jangan menggantungkan masalah keuangan kepadanya,
kalau begitu, kamu sudah menjadi hamba uang.
kata orang yang ditemuinya begitu saja.

Aku sudah jelas maksud pembicaraan itu,
Ibuku pun juga begitu,
dan ibuku cuma mengiyakan seperti biasanya,


Sebenarnya aku ingin mengatakannya secara langsung,
kamu religian, penglihatanmu picik,
apa yang kamu lakukan selalu benar,
dan apa yang dilakukan orang lain selalu salah,
kamu bangsat,
kamu keple,
kamu menjadi lonte tuhanmu sendiri.


Padahal kejadian sebenarnya di ruang yang disebut ruang tamu itu adalah masalah utang-piutang.
Bukan masalah keuangan yang berhubungan dengan foya-foya.
Ibuku bercerita kalau pasar, tempat mata pencahariannya  sehari-hari, hari ini sedang sepi.
Bukan sepinya pembeli, tetapi sepinya pengunjung di pasar.

Hal tersebut adalah hal serius,
karena hal itu bisa menjadi salah satu teror untuk orang banyak,
apalagi aku, dan terutama ibuku.

Karena sejak aku masih kecil pun,
pasar selalu dianggap sebagai tempat yang dipandang sebelah mata,
mungkin menjijikan,
tetapi bagi sebagian orang pasar merupakan suatu tempat yang menjanjikan,
banyak orang yang mendapat harapan baru ditempat tradisional itu.


Aku dan ibuku sebenarnya membicarakan masalah keuangan,
dari utang beberapa tahun lalu, sampai utangnya yang terbaru,
banyak hal yang tidak aku ketahui,
dan banyak hal lain lagi yang tidak diketahui orang lain.

Sekarang aku jadi ingat salah satu semangatku untuk mengerjakan skripsi...



Aku sebenarnya tidak pernah muak dengan orang religi,
selama dia bisa menempatkan bibir dan kelakuannya.

Yang setiap hari aku temui adalah religian yang selalu menang sendiri atas nama tuhannya.
Apa yang menurutnya pikirannya salah, disalahkannya atas nama tuhan dan berdasar kitap (sok) suci,
sedangkan kalau diri sendiri dinilai salah oleh orang lain,
dengan enaknya berkata hidupku hidupku, hidupmu hidupmu.
Menurut aku seorang yang benar-benar religi adalah orang-orang yang benar-benar baik di mata semua orang, tanpa terkecuali.

Aku berharap suatu saat memiliki kesempatan untuk menghabisi orang-orang yang sok religian seperti itu...
Dan mungkin aku akan dengan sombong berkata :

tuhanku menciptakanku sebagai penguasa dan penghancur,
bukan sebagai korban keadaan apa pun.


Sebagai orang biasa,
aku cuma bisa berkata dalam hati : "yang diatas yang maha tahu"...


Sepertinya aku lebih sering menghabiskan waktu di tempat itu,
walau pun sekedar melamun dan menciptakan mimpi-mimpi besar,
yang aku sayangkan dan takutkan adalah,
setelah aku menjadi orang besar aku tidak akan berada di ruangan kecil itu lagi,
padahal ruangan kecil itu adalah penghasil mimpi-mimpi besar untuk siapa saja yang pernah berada disana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar