Senin, Desember 31, 2012

Segelas Susu Coklat Dan Catatan Hitam Urusan Cinta



Aku membuat blog ini sebenarnya untuk menulis tulisan cinta-cintaan,
tetapi aku selalu kesulitan membuatnya.

Sudah berapa banyak tulisan cinta-cintaan yang akhirnya harus aku hapus, 
karena aku merasa tulisan tersebut tidak layak untuk ditulis, apalagi dibaca oleh orang lain.

Tulisanku ini, mungkin monolog singkat.
Adalah hasil dari mencuri kejadian-kejadian nyata di sekitar saya,
eh, termasuk kejadian yang saya alami sendiri, he he he

Aku memberi judul segelas susu coklat dan catatan hitam urusan percintaan karena sewaktu aku menulis tulisan ini aku benar-benar sedang minum susu coklat.

Ini adalah akhir tahun,
semoga blog rosenakal ini di tahun kedepannya bisa lebih nakal lagi,
apalagi mengenai urusan percintaan, he he he

Tulisan ini ceritanya untuk menyimbolkan kita, saya dan kamu, harus meninggalkan masa lalu untuk segera menemui masa depan.. :D

Ini bukan kebun mawar nakalku sendirian,
tetapi juga kebun mawar nakalmu, kebun mawar nakal kita bersama.

Salam #mawarnakal saja,
Salam hormat saya dari peternak mawar nakal.. :)

 ------------------------------------------------------------------------------

Segelas susu coklat dan catatan hitam urusan cinta



(Menulis di sebuah kertas pada suatu yang tampak seperti meja belajar)

Aku ingin mengatakan aku sayang kepadamu,
aku mau mengatakan,
tetapi aku memilih untuk tidak kukatakan.

Untuk aku,
ucapan tidak berguna jika hanya diucapkan.
sehingga aku lebih memilih untuk tidak mengatakannya.

Aku takut kalau aku berkata aku sayang kamu,
dan suatu aku hari tidak sayang berarti aku adalah seorang penipu.
Aku akan mengatakan itu pada waktu yang tepat,
dan kalau tidak ada waktu yang tepat,
tentunya aku tidak akan mengatakannya.


(Tulisan di kertas tadi kemudian di tempelkan di sebuah dinding.
tulisannya menghadap langsung ke arah muka. )

Salah! Ini salah!
Kenapa tulisan ini menghadap ke arah wajahku?
ini hanya membuatku semakin putus asa.

Aku tidak perlu diingatkan kalau aku selalu menyayangimu.
aku selalu sayang kepadamu, aku selalu ingat kepadamu.
mungkin kecuali sewaktu aku tidur.
Eh, itu salah
Dalam mimpi pun aku masih selalu memikirkanmu.

Aku sering memimpikanmu.
Aku berkejaran denganmu di sebuah taman yang cukup besar.
Aku mengejarmu tetapi aku tidak pernah bisa mendapatkanmu.
Mungkin di dalam mimpiku itu kamu berlari terlalu cepat.

Kamu selalu nakal dalam mimpiku.
Kamu selalu menggodaku,
aku sering mendapatimu menggoda aku dengan senyum manismu.
dan kadang kudapati aku terbangun dengan celana basah.

Bukan pikiranku yang jahat,
tetapi kamu yang jahat.


(Tulisan pada dinding kemudian di balik, sehingga kertas yang berisi tulisan menghadap ke dinding.
Kalau kertas itu tidak terlihat apa isinya.)

Pasti suatu saat aku akan berusaha melihat apa yang ada di balik keras itu.
Dan kalau kulihat,
berarti aku ingkar janji,
aku lupa bahwa tulisan itu tentangmu dan untukmu,
kalau aku lupa denganmu sedetik saja, berarti kertas itu tiada artinya lagi.


(Merobek kertas itu menjadi dua, kemudian meremas-remasnya sampai berbentuk berantakan.)

Aku meremas tulisan ini bukan berarti aku membencimu,
aku harus melupakan suatu hal agar aku bisa selalu mengingatmu.

Dan hal itu adalah kertas, ya cuma kertas,
mungkin tidak akan berarti apa-apa untukku dan untukmu,
bukan berarti juga aku tidak menghargai kertas yang disimbolkan sebagai perasannku.
Kalau seandainya kertas itu adalah perasaanku..?
Kamu tak mungkin ada masalah dengan hal itu.

Oh iya,
aku jadi ingat kenapa aku tadi menulis surat?

Aku ingin menuliskan sesuatu untukmu.

Aku tidak ingin memberikan tulisan yang bagus untukmu, karena aku tak bisa.
Aku hanya ingin memberikan apa adanya, yang terbaik dariku, dan itu untukmu.
Tetapi mungkin kamu tidak tahu dan tidak mau tahu..?

Aku ingat tentang kejadian beberapa waktu yang lalu.
Sewaktu itu aku mulai belajar mengenalmu, dan aku salah.
Aku belajar terlalu, masalah perasaan, percintaan.
Di saat yang itu juga kamu malah..?

Ah, lupakan.
Kalau begitu aku tidak ikhlas menyayangimu,

Pemikiranku sudah aku ubah sekarang ini,
Aku sudah ikhlas, 
aku menyayangimu dengan tidak menjadi siapa-siapamu,
aku selalu berusaha mewujudkan hal yang satu ini menjadi kenyataan.

Mengingat masa lalu adalah mengingat masa buruk,
aku harus masa bodoh agar tidak terus-terusan menjadi orang bodoh.

Mungkin mengenalmu adalah suatu kesalahan, yang besar, fatal, dan berbahaya.
Ini bukan cuma urusan percintaan,
secara tidak langsung ini menyangkut nyawa.
Aku pernah berandai-andai berapa nyawa yang terlahir dari hubungan kita..?
dan berapa banyak tawa yang tercipta karenanya.

Mungkin kamu dibuat tuhan sebagai mesin pencipta suka (tertawa),
Mungkin juga sebagai mesin pembuat duka..?
Mungkin kamu memang sebuah mesin yang tidak berperasaan,
sehingga kamu tidak pernah mengerti perasaan orang lain disekitarmu,
atau mungkin cuma perasaanku saja yang tidak kamu mengerti?

Aku harus tetap menuliskan surat cintaku padamu.
Aku bukanlah seorang penyair atau pujangga,
mungkin aku hanyalah orang bodoh yang terlalu pandai untuk berpikiran muluk-muluk.
Aku ingin memberikan kata-kata romantis yang dapat membius secara sadis,
seperti apa yang diberikan penjahat kelamin kepada para korbannya.

Aku harus tetap menuliskan surat cintaku padamu.
Aku tahu ini sudah terlambat, tetapi ini belum berakhir.
Seperti kata orang-orang sok bijak memberikan hiburan kepada orang yang bermasa depan penuh keterlambatan,
lebih baik terlambat daripada tidak, sebuah kata-kata bijak serius yang terdengar seperti lelucon.

Kamu jahat kepadaku,
tetapi aku sayang kepadamu.

Aku tidak tahu harus menulis apa untukmu...

Sabtu, Desember 29, 2012

Kutukan Boneka


Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya.

Entah melalui tali-tali tidak terlihat seperti boneka marionet,
atau bersentuhan langsung seperti cara memainkan boneka tangan,
atau mungkin dengan pemakaian boneka dengan cara baru, misalnya seperti bermain play station.


Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya.

Sekalipun boneka itu bernyawa,
boneka tetap harus menuruti apa kata pembuatnya.
Seperti pinokio, yang bernyawa,
dia tetap harus menuruti apa kata bapaknya, pembuatnya.

Bapaknya menyuruhnya menuruti apa yang dia katakan,
atas nama kebaikan.

Dan sampai detik ini,
Aku tidak tahu bagaimana kehidupan pinokio,
apakah sudah punya anak? cucu?
tidak ada yang tahu.

karena dia cuma boneka,
mutlak, hidupnya dipermainkan oleh pembuatnya,
walaupun atas nama sayang.


Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya.

Siapa bilang tidak?
Karena tujuan boneka memang untuk menuruti apa keingina pembuatnya.

Untuk hiburan?
Dibuat agar bermakna?
Dibuat agar berfungsi?
Terlihat baik dan buruk adalah kebebasan si pembuatnya.


Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya.

Aku merasa seperti marionet,
ada yang mengaturku tetapi tidak kuketahui siapa itu,
ada yang membuatku harus melakukan apa yang tidak ingin kulakukan,
apa namanya kalau bukan boneka?

Aku mencari-cari tali yang tidak terlihat,
kucoba kurasakan dan belum kutemukan,
aku cuma merasakan melalui apa yang kulakukan,
yang kulakukan tidak sesuai keinginanku.


Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya.
Semua orang adalah boneka, entah siapa yang mempermainkannya.

Atas nama agama, kebaikan, dan kejahatan,
kebenaran, kebajikan, dan kebajinganan,
semua memiliki pemain sebenarnya masing-masing.



Boneka harus selalu menuruti apa keinginan si pembuatnya,
Tanpa disadari tidak ada yang pernah memikirkan siapa sebenarnya pemain di dalam otak.








Telanjang adalah suatu kebebasan


"Seseorang yang sudah menelanjangi,
hendaknya juga memberikan sandangan kembali.
Atau mungkin memang sengaja ada niat mempermalukannya.
Atau mungkin memang tidak bisa memberikan sandangan kembali."


Aku ingat suatu kejadian sewaktu SMA,
tidak sedikit dan terasa banyak, kalau aku sedang ditelanjangi.
Mereka, aku sebut mereka karena mereka oknum yang berjumlah banyak.


Aku disuruh buka baju habis-habisan,
aku menolak, dan mereka melucutiku.

Katanya, sehabis kamu terbuka dan telanjang semuanya,
kamu bisa diketahui bagian tubuh mana saja yang kotor.

Aku berpikir mereka akan memandikanku.


Ternyata,
mereka hanya menelanjangi saja,
tidak sedikit, aku merasa dipermalukan.

Aku bertelanjang,
dan aku tidak merasa bebas,
mata-mata yang tidak aku kenal memandangiku dan mengartikanku  seenaknya.

Aku dianggap apa?
Barang percobaan?
Mereka menelanjangiku atas nama percobaan, untuk kepentingan mereka di masa depan nanti?
Tetapi sandanganku kemudian lupa dikembalikan padaku.


Sewaktu itu aku adalah orang bodoh yang sok heroik jagoan menolong orang lain,
sehingga aku tidak melakukan perlawanan atas nama pembelaan diri.

Orang lain selamat,
dan aku celaka,
ingatku sampai detik ini.


Pada saat aku ditelanjangi mereka tidak berusaha memberikan satu helai pakaian pun padaku.
Hingga saat ini, aku berpakaian 6 lapis,
aku tetap saja merasa ditelanjangi.


Aku pikir mereka adalah sekumpulan pecundang yang berusaha menelanjangi anak-anak labil seusiaku pada waktu itu.
Mereka cuma berani kepada anak-anak labil yang belum bisa berpikir dengan jelas.
Seandainya mereka berurusan dengan seorang pemuda, bukankah mereka akan dihabisi,
tidak tertutup kemungkinan mereka sendirilah yang akan ditelanjangi.


Masa labilku penuh ketololan,
aku selalu ingin bersikap heroik seperti pahlawan-pahlawan di kotak yang bernama televisi,
orang-orang disekitarku berlarian, sebut saja teman,
dan aku disana sendirian, ditelanjangi dan dihakimi dengan paksa,
sungguh kejadian tolol yang terasa heroik pada saat itu.


Sayangnya aku telat sadar,
aku baru sadar beberapa tahun setelah itu bahwa aku adalah korban penipuan keadaan,
aku ditelanjangi dan tidak diberi sandangan kembali.

Dan sekarang ini aku lebih suka tidak memakai baju,
karena bertelanjang adalah sebuah ekpresi kebebasan,
dan sandangan hanyalah busana pengekang.

Telanjang adalah suatu kebebasan.


Sesekali aku pernah berpikir, apakah sandanganku pada saat itu bisa kembali?
Padahal benar, bukan aku yang seharusnya ditelanjangi.

Rabu, Desember 26, 2012

Rembugan Tato


Aku adalah seorang pelupa,
tulisan-tulisan yang kubuat terkadang pun aku lupa alasan apa aku sudah menulisnya.

Walau pun aku seorang pelupa,
tetapi aku selalu merasa punya daya ingat yang kuat, ha ha ha

Aku seringkali lupa dengan diri sendiri,
karena alasan itu aku sering lupa tentang tulisan-tulisanku,
lain halnya kalau dalam tulisanku ada tokoh lain, apalagi aku menuliskan namanya.

Aku seringkali memalsukan nama-nama tokoh sebenarnya dengan nama palsu dalam tulisanku,
setelah aku baca lagi aku masih lupa alasannya, dan aku lupa siapa sebenarnya tokoh itu.
Untuk hal tulisan aku akui aku memang pelupa,
dan aku tetap pada keyakinanku, aku punya ingatan yang kuat.. :D

Tulisan di bawah aku buat setahun yang lalu,
Aku tadi iseng-iseng membuka data-data lama, dan ternyata disitu tersimpan banyak masa lalu,
tentang kejayaan dan keporakporandaan. Sudah puitis belom? :D

Kali ini aku ingat benar alasan apa aku membuat tulisan ini,
aku takut beberapa waktu kemudian aku sudah lupa lagi alasan membuatnya.

salam #mawarnakal ;)



------------------------------------------------------------------------------------------------------



Tato


Bolehkan aku mentato badanku dengan namamu?

Jangan, cuma sementara saja.

Nggak, yang ini permanent.

Tidak usah.

Aku ingin mentato namamu di tubuhku.

Tidak usah. Aku tidak suka.

Kenapa?

Aku tidak suka kamu mentato namaku di tubuhmu.

Alasannya?

Itu cuma sementara.

Terserah. Aku akan tetap mentato badanku.

Aku sudah memperingatkanmu lho.

Iya.




Esoknya,
Si pria melihat wanita itu bersama pria lain.

Kenapa kamu,

Aku khan sudah bilang sebelumnya, jangan kamu mentato namaku di badanmu.

Tapi.

Ya karena ini alasannya.

Berarti kamu berbohong kepadaku.

Tidak. aku tidak bilang aku tidak memiliki kekasih lain selain kamu.

Oh,,
Tak apalah.
Untung tato yang di badanku ini Cuma tato temporary.
Aku juga tak akan melakukan hal yang bodoh dan tak pasti.

Kamu menipuku?

Tidak.

Aku tidak bilang tato yang ini tato permanent khan?

Sanggar Lonte


Sanggar lonte adalah tempat perkumpulan para lonte.

Entah disana memang diajarkan segala hal yang berbau perlontean,
atau mungkin mengajarkan para lonte ke arah yang lebih baik.

Tidak ada yang tahu,
dan tidak ada yang maha tahu.

Setahuku lonte adalah makhluk munafik,
manis di depan najis di belakang,
manis memang relatif, tetapi tidak untuk kenajisan.

Ada juga lonte yang berjiwa besar,
mengakui dirinya sebagai lonte,
dan tetap mempertahankan keadaan dirinya yang sebagai lonte tanpa mempedulikan omongan orang lain yang menyesatkan.

Yang menjadi masalah adalah sanggar lonte tersebut,
semua orang sudah tahu kalau sanggar lonte adalah tempat yang sering dikunjungi lonte.

Yang menjadi pertanyaan adalah ada apa di dalam sanggar lonte tersebut?
Apakah diberi pengetahuan agar menjadi lonte yang lebih profesional?
Atau mungkin lonte-lonte tersebut diberi pengarahan agar hidupnya lebih baik lagi.

Pasalnya alumnus-alumnus atau siswa di sanggar lonte tersebut kelakuannya memang najis,
atau mungkin memang mereka yang ngeyel sehingga terlihat najis di mata orang banyak.


Menjadi lonte adalah hak semua orang,
menjadi munafik juga menjadi hak semua orang,
cuma saja hal itu ora patut..

Untuk alasan keuangan atau masalah kebutuhan jiwani,
Urusan bisnis atau urusan kesenangan pribadi,
tetap saja ora patut.

Mungkin kalau ingin melakukan hal semacam itu lebih baik tidak diketahui oleh orang lain,
dan kalau begitu lonte-lonte yang munafik harus memperdalam ilmu kemunafikannya.



Menjadi lonte adalah hak semua orang,
menjadi munafik juga menjadi hak semua orang,
cuma saja hal itu kok sepertinya ora patut.

Hari Nakal


  



Menjadi orang beragama saat ini sulit sekali. 
Cobaan berat yang ada dirasakan sebagai sebuah kesulitan yang pasti.


Kemarin pagi, adalah hari besar suatu agama tertentu. 
Namanya juga hari besar, suka tidak suka, malas tidak malas, biasanya pemilik agama yang punya hari besar tetap harus ke tempat ibadah.
Mungkin sekedar membuktikan agama yang dianutnya di KTP nya, 
Sekedar absen muka atau memang benar-benar beribadah,
Yang pasti pada hari itu di jalan-jalan bisa dipenuhi oleh sebagian besar orang yang berlalu lalang di tempat ibadah.


Di kotaku, 
apalagi tempat tinggalku dan sekitarnya melihat perbedaan semacam ini rasanya biasa-biasa saja,
asu-asu, eh, isu-isu kefanatikan di kota lain tidak berpengaruh besar.

Kotaku ini sangat plural, berita tentang kefanatikan "HAMPIR" tidak pernah terdengar.

Menurut isu luar negeri, kotaku ini sering disebut-sebut sebagai "Little Indonesia".
Kalimat "Bhinneka Tunggal Ika" benar-benar terasakan.


------------------------------------------------------

Beberapa hari yang lalu,
muncul sebuah pernyataan yang tidak wajib dari sekumpulan tokoh-tokoh agama,
mengucapkan hari besar agama pemiliki agama lain disebut haram.
Menurut saya pribadi, ini adalah suatu lelucon yang bodoh.



Saya sadar sekali, walaupun saya tidak mengikuti pernyataan tersebut.
Pelaku pernyataan-pernyataan tersebut sebenarnya sedang dibentuk menjadi prajurit-prajurit yang fanatik sempit, dan siap meledakkan diri dengan merasa dirinya sebagai bom bunuh diri mati syahid.
 

Atas nama tuhan dan agama, melalui tokoh-tokoh agama, mereka taat perkataan itu.

Bisa saja kalau terdengar kata bunuh, maka orang-orang yang terdoktrin tersebut dengan mudahnya membunuh orang lain.


Apakah benar keinginan tuhan seperti itu?

---------------------------------------------------




Sebenarnya kalau membahas urusan tuhan-tuhanan seperti tidak akan pernah ada habisnya.
Saya selalu menghindari percakapan urusan keagamaan, saya rasa itu terlalu pribadi.
Selalu ada percakapan bodoh mengenai pemaksaan kebenaran dari agama yang dipercaya,
semua agama mengajarkan seperti itu. Itu fakta.
Sekali pun saya belajar semua agama yang ada,
tetap saja saya tidak berhak dan tidak bisa memaksakan pola piker saya kepada orang lain.
Saya tidak akan membicarakan jauh urusan agama,
urusan agama bukan di dunia, tetapi di akhirat nanti.


Kemarin, hanya untuk pergi beribadah saja mereka harus merasa canggung, malu, takut, resah, dsb.
Beribadah, agama, adalah urusan dengan tuhan, tidak sepatutnya orang lain ikut campur, apalagi menganggu permasalahan yang satu itu.


----------------------------

Orang-orang yang pergi beribadah dihakimi mata-mata bingung.
Mereka bingung harus berbuat apa?
Daripada keceplosan mengucapkan selamat hari raya, mungkin lebih baik dibunuh saja. mungkin.


---------------------------------------------------------------------------------------------

Saya kemarin berbaju merah,
saya kurang tahu alasan apa warna merah dengan hari raya kemarin, tetapi menurut saya itu berhubungan.

Saya memakainya untuk sekedar bersenang-senang merayakan euforia hari raya keagamaan tertentu.
Karena kemarin hari libur saya sekeluarga kemudian pergi bersama-sama.


Ini masalah penampilan, bukan memamerkan atau menjual identitas tertentu.
Saya sadar, baju merah yang saya pakai dihakimi mata-mata yang tidak diketahui alasannya.
 

Kemudian saya berjalan di sebelah saudara saya, penampilan dia terlihat seperti orang yang sedang tidak merayakan hari besar apa-apa. Saya pun juga begitu. Kenapa pakaian saya menjadi masalah?


Setelah saya berjalan dengan saudara saya, 
mata orang-orang tersebut seperti berkata, “oh” atau mungkin : ternyata hanya kebetulan saja.

--------------------------------------------------------------------------------------------







Saya yakin sekali,
Pemeluk agama yang sedang merayakan hari besarnya kemarin.
“TIDAK PERNAH BERHARAP SEDIKIT PUN UNTUK DIBERI UCAPAN SELAMAT.”


Dan menurut saya mereka hanya ingin dapat beribadah dengan aman dan nyaman saja.
Mereka tidak mungkin bisa meminta, mau meminta kepada siapa?
Dan siapa yang harus bertanggung jawab atas urusan agama mereka?


Kemarin adalah hari yang mengerikan,
banyak cobaan mengenai keimanan,
hari besar keagamaan ternyata juga bisa menjadi hari yang mengecilkan keimanan,
hari besar keagamaan ternyata juga bisa menjadi hari yang mengerikan.

Senin, Desember 24, 2012

Anjingku tak pernah memikirkan sesuatu?


Anjing bisa diajak bercanda karena dia bisa dan sepertinya suka diajak bercanda.

Kamu jangan sombong dan merasa hebat sebagai pemikir,
kamu kira yang bisa bercanda cuma anjing?
dan kamu berpikiran sempit semua orang yang bercanda denganku adalah anjing?


Kalau begitu,
yang sebenarnya anjing adalah kamu sendiri.

Aku beritahu kepadamu,
anjing adalah binatang yang suka menjilat,
kamu sedang menjilat pikiranmu sendiri,
mengagung-agungkannya.

Dan juga,
anjing adalah binatang penggigit dan suka menggigit.
Aku tidak mengatakan kepadamu kalau kamu sering menggigit lho,
jangan salah paham.

Oh iya, lupa,
di mata alam, kita semua sama,
menempati tempat yang sama, hanya berbeda jenis.
kalau manusia dirumah, kalau anjing di kandang,
tetapi statusnya sama,
sama-sama penduduk alam,
sama-sama numpang lahir, hidup, dan mati.


Tiba-tiba saja cermin pecah, 
padahal aku sedang asyik-asyiknya berbicara dengan cermin...

Aku tidak tahu apa yang dipikirkan anjingku?





Aku memelihara anjing,
Mungkin menurut para pecinta anjing aku adalah pecinta anjing..?
Siapa tahu aku memeliharanya hanya untuk kepentingan komersil?
Atau mungkin sengaja dipelihara, dibesarkan, digemukan, dan untuk dijadikan hidangan?
Bisa jadi aku sengaja mencitrakan agar aku terlihat sebagai pecinta anjing?

Aku memelihara anjing,
Mungkin menurut para pecinta kucing aku adalah pembenci kucing..?
Aku memelihara sebuah monster yang biasa menghabisi kucing, makhluk yang mereka sayangi?
Bisa jadi aku dianggap sengaja menantang mereka karena aku memelihara anjing?

Tidak ada yang maha tahu...


Aku tidak akan membahas tentang malaikat yang mungkin tidak mau datang ke rumahku,
karena menurut sebagian orang itu adalah hal yang serius.
Padahal anjing tersebut bisa diajak bercanda,
aku tidak mau keceplosan bilang masa kamu kalah dengan anjingku yang bisa diajak bercanda.
Oleh karena itu aku lebih baik tidak membahas hal yang 1 ini.

Tidak ada yang maha tahu...


Setelah cukup lama bertanya-tanya dan selalu membuat-buat pertanyaan,
sepertinya aku menyerah sampai disini.

Tidak ada yang maha tahu...


Aku memelihara anjing..?
Tidak ada alasan lain kecuali aku senang memeliharanya.

Jawabanku cuma itu,
jangan dipersulit dengan memikirkan yang berbelit-belit.. :D

Tidak Ada Yang Maha Tahu


Saya ingat kejadian beberapa waktu yang lalu,
tentang sebuah identitas yang kegunaannya tidak jelas.

Aku memilih tidak menjadi bagian dari mayoritas,
padahal seharusnya aku disana, dan aku tidak butuh.
Tidak tahu kenapa aku malah membenci keadaanku pada saat itu,
sehingga aku memilih pada keadaan sebaliknya, yang tidak aku ketahui apa itu.

Hukum alam,
yang kuat menindas yang lemah,
yang besar menghabisi yang kecil,
yang hebat berkuasa, dan yang tidak berdaya mati.

Aku memilih merasakan menjadi yang kecil,
yang bisa diperkirakan akan mati dihabisi oleh banyak orang,
tanpa mendapat pembelaan dari siapa pun, siapa pun.


Mungkin yang di atas sudah menetapkannya dari dulu,
dan tahu kalau akhirnya seperti sekarang ini.



Kata-kata Mahatma Gandhi selalu menghantuiku,
dia memberikan teror kepada banyak orang melalui kata-katanya,
dia adalah seorang yang benar-benar berjiwa besar.

Aku tidak mengerti secara detail apa yang dia maksud,
tapi aku tahu kalau dia benar-benar menghargai orang lain secara sebebeas-bebasnya.

Aku tahu ini bukan judi untung-untungan.
Ini cuma masalah identitas bukan..?
Untuk aku sangat tidak penting.

Sabtu, Desember 22, 2012

Warung Nakal Rosenakal


Malam ini mendadak aku punya keinginan,
aku meremehkannya, dengan menyebutnya sebagai keinginan,


aku ragu kalau aku menyebutnya sebagai cita-cita akan terdengar terlalu muluk,
dan bisa jadi tidak akan tercapai, karena yang namanya cita-cita selalu sulit dicapai.


Mendadak saja aku ingin punya tanah yang cukup luas. Nantinya tempat itu akan menjadi semacam tempat nongkrong. Aku memikirkannya matang-matang. Menu yang dihidangkan kurang lebih seperti burjoan. Tidak cuma itu, tentunya tempat itu akan memiliki bartender yang bisa meracik minuman sendiri. Harapanku minuman disitu tidak akan ditemukan di tempat lainnya, he he he

Aku sempat berpikir kalau nanti aku akan menyuruh seorang penjual mi Jawa untuk ngetem saja di lapak tersebut. Tapi tidak jadi, bisa-bisa nanti menu makanan ditempatku malah tidak laku gara-gara ada mi Jawa itu. Belum lagi kalau suatu saat malah penjual mi yang aku beri tumpangan malah merasa dia berhak selamanya disitu, benar-benar suatu kecelakaan. 

Tempat itu nantinya akan menjadi tempat berekspresi. Pengunjungnya boleh membaca puisi, membaca cerpen, bermonolog, menampilkan dagelan, pantomim, sulap, mengajari origami dan poligami, atau apa saja terserah. Penampilnya adalah pengunjung itu sendiri. Jadi pengunjung datang kesitu bukan sekedar iseng-iseng saja, aku yakin sekali akan ada pengunjung yang datang kesitu karena kebutuhan khusus ingin berekspresi. 

Keinginanku ini tiba-tiba saja keluar karena aku merasa kurangnya tempat untuk berekpresi. Aku merasa banyak orang-orang yang ingin berekpresi dilanggar haknya kebebasannya untuk berekspresi. Memang tidak ada yang melarang berekpresi, tetapi belum berekpresi saja sudah diberi pemikiran yang tidak-tidak. Berekpresi harus begini begini begini dan begini, harus seperti itu harus seperti ini. Itu bukanlah sebuah ekspresi. 


Menurutku diam pun juga merupakan suatu ekspresi dengan banyak makna,
melakukan banyak kegilaan yang tidak masuk akal menurutku bisa jadi itu adalah wujud ekspresi suatu keadaan tertentu, mungkin kesepian. 


Orang-orang yang melangar hak-hak kebebasan dalam berekspresi inilah yang sangat mencelakakan. Mereka membodohi dengan berkamuflase mengajari, sehingga seolah-olah tampak seperti orang bijak yang baik hati. Banyak yang merasakan hal itu tetapi tidak bisa mengekspresikannya, dan akhirnya cuma bisa terpenjara oleh ekspresinya sendiri. Orang-orang penganiaya hak kebebasan orang lain ini sebenarnya adalah orang-orang yang teraniaya pada masa lalunya, sehingga dia tidak puas kalau tidak melampiaskan hidupnya yang suram kepada orang lain. Mungkin gampangannya aku busuk dan kamu juga hatus busuk. 

Kejadian seperti itu sering kulihat, keadaannya mirip. Yang ingin berekpresi dengan sebebas-bebasnya harus mencari tempat sendiri untuk mengekspresikan ekspresinya. Dan kalau mau bertahan dalam kepura-puraan maka ekspresi yang terlihat adalah rasa senang, sedangkan ekspresi sebenarnya tidak ada yang pernah tahu.

Aku adalah seorang yang lebih sering berekspresi melalui media tulisan, dan tentunya akan asyik kalau tulisanku itu nantinya dibacakan, difilmkan, atau dipentaskan. Sayangnya, aku tidak bisa mengekspresikan hal itu. Sehingga ketidakterimaanku aku lampiaskan lagi melalui tulisan-tulisan yang aku ciptakan lagi. Aku cuma bisa terima keadaan sebagai penulis. 

Untuk mendapatkan sesuatu harus ada yang dibayar,
untuk mendapatkan sesuatu harus ada yang dikorbankan,
dan aku memilih mengorbankan karyawan yang bekerja di tempatku, ha ha ha 

Karyawan yang bekerja di tempatku harus menaati apa kata pengunjung,
seandainya diminta membacakan puisi, cerpen, naskah monolog, dan sebagainya harus mau,
bisa atau tidak bisa, bagus atau tidak bagus, itu urusan lain,
urusan yang pasti adalah membantu pengunjung yang ingin berekspresi.

Dan aku tidak akan menjadi bos di tempat itu,
aku akan menjadi pengunjung yang setia dn setiap hari bersenang-senang disana..


Salam #mawarnakal :)

Hari Ibu untuk Waria?


Kemarin ibuku dicurhati oleh seorang waria yang biasa mengamen, dia sering memanggil ibu saya tante, bu dhe, atau juga mamah. dia bercerita kalau 5 tahun yang lalu dia didatangi oleh seorang mahasiswi yang memberikannya seorang bayi. awalnya dia tidak mau, karena dia bingung kelak anaknya akan memanggil dia siapa. Singkat cerita weria berhati mulia itu pun mau merawatnya.

Masalah pun datang, mahasiswi busuk tersebut tiba-tiba datang ke rumah si waria. Dia menginginkan anak itu kembali, tanpa menawarkan ganti rugi sepeser pun, menurut saya dia benar-benar tidak manusiawi. Dia mempermainkan 2 makhluk hidup selain dirinya sendiri, yaitu darah dagingya dan orang lain.

Waria tersebut secara tidak langsung menawari ibu saya untuk mengasuhnya, dia sangat ketakutkan kalau-kalau anaknya yang masih kecil itu nanti diculik. sampai saat ini anaknya dititipkan ke rumah temannya.

Aku kira kemarin ibuku akan pulang dengan membawa seorang adik, ha ha ha
Mungkin siapa tahu hari ini ibuku pulang membawa anak tersebut.. :D

Tulisanku ini, ceritanya naskah monolog,
adalah wujud rasa kangen terhadap dunia tulis-menulis,
aku sudah lama tidak menulis tulisan-tulisan semacam ini,
terakhir kali aku ingat aku menjadi jarang menulis adalah setelah KKN,
mungkin sewaktu itu aku sedang labil-labilnya sehingga lupa dengan urusan tulis menulis.
Sekarang aku sudah kembali.


Untuk para waria yang beranak,
aku ucapkan selamat hari ibu untuk kalian. :)

salam #mawarnakal


-------------------------------------------------------------------------------------------------------


Hari Ibu untuk Waria?

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku benci mahasiswa, mereka munafik.
apa yang diomongkan tidak seperti apa yang dbicarakan.
Omongannya terlalu besar, bukti nyatanya kecil.

Bukan mahasiswa jaman dulu lho, tapi mahasiswa jaman sekarang.
berani cuma demo rame-rame, kalau jumlahnya sedikit cuma mlempem, kalaupun jumlahnya banyak, tetap saja nggak berani berbuat anarkis. Lha kalau memang harus berdemo dengan melakukan pengerusakan ya nggak apa-apa khan kalau memang harus dirusak. Lebih baik uang-uangnya jelas untuk biaya perbaikan kerusakan daripada tidak jelas siapa yang ngembat.
Sejak detik ini juga saya benci mahasiswa.
mereka terlalu busuk dalam kemunafikan mereka.

Apalagi anak-anak muda yang di LSM, yang kadang nggak dong apa-apa cuma asal ikutan nimbrung.
sok ngasih solusi padahal tidak tahu bagaimana yang sebenarnya terjadi. Di mata orang pun mereka istimewa, bahkan di mata Negara, buktinya ada pilihan mahasiswa di KTP.

Aku pokoknya benci mahasiswa. Titik.
Sewaktu mereka butuh mereka selalu terlihat heroic seperti penyelamat, kalau tidak butuh ya seperti itu. Pernah suatu ketika ada anak muda dari LSM apa saya lupa, nggak penting, nah, mereka memberika penyuluhan tentang HIV AIDS.

Sebagian mereka ada yang jijik dengan orang-orang seperti aku. Tidak masuk akal sama sekali, kalau mereka jijik dengan orang-orang seperti kami kenapa mereka mau repot ke daerah-daerah terpencil yang banyak didiami oleh orang-orang istimewa seperti kami. Kami tidak butuh sok diperjuangkan haknya sebagai manusia, diperjuangkan sih boleh-boleh saja, tapi tidak usah sok diperjuangkan. Walaupun aku tidak pernah kuliah, tapi aku tahu benar arti diperjuangkan dan diperjuangkan.

Aku benci mahasiswa, mereka munafik, mereka tidak lebih baik dari pelacur-pelacur di tempat prostitusi. Mereka selalu menyebut koruptor sebagai pelacur rakyat, berpura-pura baik di depan rakyat tetapi ujung-ujungnya mencari keuntungan sendiri. Tetapi aku melihat sendiri kalau beberapa dari mereka benar-benar pelacur.

Aku ingat jelas dengan muka wanita itu, dalam suatu kegiatan religi dia berkata panjang lebar soal agama. Saya hampir tobat pada waktu itu, mungkin sewaktu itu saya sedang kesambet. Omongannya reliji sekali sampai-sampai saya sempat merenung beberapa hari. Tetapi aku melihat dia keluar dalam keadaan mabuk dari sebuah tempat disko, diantar mobil sama om-om dalam keadaan tidak sadar. Aku lihat sendiri dengan mata kepala sendiri. Waktu itu aku sedang mengamen malam-malam di sebuah pertigaan jalan yang cukup besar. Aku melihat dia tertidu, sepertinya mabuk, di dalam mobil. Aku Tanya ke om-om tersebut, dari tempat dugem ya om? Berisik, mau tau aja. Bentak om-om itu sambil memberikan uang ribuan. Aku sangat hafal dengan perempuan itu, tidak mungkin tidak. Dia adalah mbak-mbak yang memberikan ceramah religi kepadaku. sepertinya mahasiswa-mahasiswa itu benar-benar makhluk munafik, aku yakin sekali kalau makhkuk yang disebut ayam kampus tidak berjumlah sedikit.

Hari ini aku benar-benar malas keluar rumah, biar saja aku tidak keluar rumah. Aku sakit hati. Apalagi kalau bertemu mahasiswa. Aku tidak takut kelaparan, sebelumnya aku pernah berpuasa berhari-hari, dan aku tidak mati. Pokoknya kalau dia berani mendatangi rumah ini lagi akan kubunuh dia, mayatnya aku potong-potong terus aku buang ke kali belakang rumah.

Lima tahun yang lalu dia ngemis-ngemis nangis buat ketemu aku, tapi sekarang? Dia kok mau semaunya sendiri sama aku. Memangnya aku makhluk apaan? Walaupun aku banci aku juga punya harga diri. Aku kira dia adalah malaikat yang dikirim tuhan, ternyata dia tukang pe ha pe, tukang pemberi harapan palsu. Pokoknya kalau dia macam-macam, aku akan bunuh dia. Pokoknya aku sudah memberikan buah hatiku kepada seorang pedagang di pasar.

Enak saja dia sewaktu butuh datang sama aku dengan seenaknya. Dia bilang “mbak, tolong rawat anak saya. Saya masih kuliah dan tidak punya penghasilan. Ini hasil hubungan gelap saya dan pacar saya. Tolonglah saya. Jangan lihat aku yang tidak bisa bertanggung jawab ini, tapi kasihanilah anak ini.” Aku ingat kelas muka melasnya waktu itu.

Sekarang dia sudah dapat pekerjaan, sukses, sudah kenal pasal undang-undang dan dunia hokum-hukuman seperti itu, terus mau seenaknya saja? Dikiranya nggak susah apa ngurusi anak? Memangnya biaya anak di TPA murah? Aku harus ngamen lebih lama dari biasanya untuk mencari uang tambahan untuk bayaran penitipan anak di TPA sewaktu aku ngamen. Sebenarnya tetangga-tetangga bersedia aku titipi anakku sewaktu aku pergi mengamen, tapi aku merasa itu kewajibanku, aku juga tidak mau merepotkan siapa-siapa. Dia menawarkan mau memberi puluhan juta. Kok enak sekali? Memangnya perasaan bisa dihargai dengan uang?

Aku tidak keberatan mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk mengurusi anak itu, aku ikhlas kok. Lahir batin ikhlas. Mentang-mentang aku ikhlas merawat dia tapi ya jangan juga dimita seenaknya..? Memangnya aku cuma korban waktu dan uang? Perasaanku nggak dihargai? Aku ingat jaman dulu, dimana banyak orang yang sok heroik memperjuangkan yang katanya adalah hak kami? Dan setelah sukses mereka pergi begitu saja. Tapi yang ini, setelah sukses ada yang kembali, tetapi malah membawa masalah. 

Oh iya, hari ini terima rapot anakku, aku lupa...

Jumat, Desember 21, 2012

Gaji Pertamaku


Setelah berganti-ganti profesi untuk mendapatkan uang,
akhirnya saya mendapat pekerjaan (yang halal), he he he

Uang bayaran ini akan saya pergunakan untuk memenuhi janji saya,
beberapa waktu yang lalu saya punya janji untuk memberikan sesuatu kepada anak-anak yang tidak saya kenal.

Mungkin gaji saya bisa dibilang sedikit oleh orang lain, saya nggak urusan.
Gaji saya ini menurut saya sudah cukup besar, karena saya jarang sekali memegang uang.

Saya kurang begitu terobsesi kepada uang, entah apa sebabnya,
menurut saya uang adalah barang murahan yang siapa saja dapat memilikinya,
entah apa sebabnya, padahal saya tidak pernah memegang uang.. :D

Uang tidak diperlukan untuk bersenang-senang, apalagi syarat mutlak untuk hidup,
uang di mata saya hanyalah sekedar alat pembayaran,
kalau kira-kira saya tidak bisa membayar, saya tidak akan membeli sesuatu,
saya tidak mau mengusahakan memiliki uang untuk sekedar barang-barang yang menjadi tren, yang tidak membuat saya tertarik sedikit pun.

Kalau saya terlalu terobsesi dengan uang,
saya takut kalau-kalau menjadi penyembah berhala bernama uang,
bisa-bisa saya nanti menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang,
bisa jadi menjual teman atau melupakan saudara,
itu sungguh mengerikan buat saya.

Saya mengalami sendiri,
setelah memiliki kenalan beberapa tahun, sebut saja namanya teman,
bisa-bisanya makhluk itu memilih memutuskan hubungan perkenalan karena masalah uang.

Hal itu seperti sungguh menjijkan buat saya,
di saat butuh mencari teman,
dan di saat lain membodohi dengan memanfaatkan teman.

Aku yakin makhluk jenis penipu seperti itu tidak hanya melakukan sekali atau dua kali saja,
saya yakin penipuan tersebut sudah terjadi berkali-kali,
dan berkali-kali juga dia kehilangan kepercayaan dan disumpah-serapahi, ha ha ha


Memiliki kesempatan berarti memiliki kepercayaan dari yang di atas,
sebaiknya saya tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan yang di atas melalui pekerjaan yang saya dapat pada saat ini.


Semoga saya  bisa tetap berpegang teguh kepada,
"sesungguhnya menulis adalah pekerjaan, eh, pelarian", he he he


Salam #mawarnakal :)

Kamis, Desember 20, 2012

What The Heaven !?


Di suatu tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.


Rosena : Omonganmu kok tidak enak didengar? Tulisanmu juga tidak enak dilihat.

Nadana : Ya memang seperti itu. Aku tidak bermunafik ria berpura-pura bijak. Aku bukan religian. Hanya orang-orang religi yang bisa mengucapkan kata-kata yang enak didengar dan hanya mereka yang bisa menulis tulisan yang enak dibaca.

Rosena : Itu khan menurutmu. Nyatanya banyak kok orang-orang yang mengucapkan dan menuliskan sesuatu yang enak.

Nadana : Aku merasa religi tidak untuk diucapkan atau sekedar dituliskan untuk mendapat predikat religian. Jadi menurutku itu hanya penipuan belaka.

Rosena : sampai saat ini kata-katamu masih saja tidak terasa enak.

Nadana : Apa masalahnya?

Rosena : Masalahnya aku suka kamu.

Nadana : What the heaven!?

Rosena : Kamu aneh, tiba-tiba membicarakan sorga seperti orang religian. Aku tidak jadi suka sama kamu.

Nadana : Kali ini aku salah ngomong.

Rabu, Desember 19, 2012

Manusia Setengah Manusia


Semua manusia menganggap bahwa manusia adalah ciptaan tuhan yang paling sempurna.
Menurut saya mereka semua terlalu sombong untuk mengatakan bahwa mereka adalah makhluk yang sempurna.

Lebih menjerumus lagi,
laki-laki lebih sempurna daripada perempuan.
Hampir semua manusia berpikiran seperti itu,
dan perempuan sebagai makhluk nomor 2, mengiyakannya dengan begitu saja.

Saya tidak suka melihat pemikiran-pemikiran yang dianut oleh sebagian besar orang tersebut, menurut saya mereka salah kaprah. Tanpa ada urusan dengan asal perempuan dari tulang iga laki-laki dan  puluhan bidadari cantik yang dijanjikan di sorga, saya ingin menceriktakan pandangan saya bahwa lelaki adalah sisi buruk perempuan.

Cerpen saya berjudul manusia setengah manusia karena menurut saya tidak ada manusia yang benar-benar sempurna seperti apa yang diharapkan, diidam-idamkan, dan dikhayalkan oleh orang-orang.

Sekedar memberi tahu, saya tidak bisa membuat cerpen.
Jadi harap maklum kalau cerpen saya jelek, he he he

Selamat membaca,
Salam #mawarnakal saja ...



Manusia Setengah Manusia


Manusia tidak pernah sempurna dalam pemikirannya,
selalu ada cacatnya,
begitu juga aku, kamu, dan mereka,
tanpa terkecuali, semua manusia dalah cacat.
Kecacatan bermula dari ketidakpuasan,
dan bertambah cacat ketika menuntut perubahan,
perbedaan keadaan dari satu keadaan ke keadaan sebelumnya dinilai suatu anugerah.

Tetapi,
tidak sembarang orang yang bisa menerima anugerah.


Di teras rumah, malam hari.
Pada saat itu banyak bintang bertebaran tidak tertata rapi di langit, sehingga banyak orang yang bermuluk-muluk berharap ada bintang jatuh dan bermuluk-muluk juga meminta permintaannya dikabulkan.
“Kamu inginkan anak kita terlahir perempuan atau lelaki?” Tanya seorang ibu yang sudah hamil lebih dari 3 bulan.
“Untukku sama saja, perempuan atau lelaki sama saja. tetapi aku sudah mempersiapkan nama yang bagus kalau anakku nanti terlahir perempuan. Namanya adalah Rosena. Mungkin nama panjangnya Rosena Virginia Putri, ya, Rosena Virginia Putri Kartono, namaku terletak di belakang namanya. Aku tidak bisa mendefinisikannya, yang pasti ada unsur keindahan bunga mawar, kecantikan wanita, dan keagungan seorang perawan, tak lupa juga namaku dibelakang anak itu nanti, agar orang tahu siapa bapaknya” Jawab suami ibu tersebut dengan lantang dan penuh semangat.
“Bagaimana kalau anak kita terlahir laki-laki? Firasatku berkata anak dalam kandunganku ini laki-laki.” Tanya ibu hamil itu dengan nada agak cemas. Ibu hamil tersebut mendadak cemas ketika mlihat wajah suaminya yang tampak girang berbunga-bunga.
“Aku khan sudah bilang tidak apa-apa, sama saja. Hanya saja, kalau anakku terlahir perempuan aku sudah menyiapkannya sebuah nama.” Tanpa diketahui sebabnya, percakapan sepasang suami istri tersebut tiba-tiba saja mulai terasa seperti perdebatan sengit.
“Sepertinya kamu tidak siap punya anak, anak laki-laki maksudku.”
“Kalau aku bilang tidak apa-apa ya tidak apa-apa, jangan kamu permasalahkan. Lebih baik kamu fokus merawat kandunganmu saja. Terlahir perempuan atau laki-laki sama saja.”
“Aku tahu sifatmu, sudah berapa lama kita saling kenal?
Kalau kamu ingin mendapat sesuatu kamu akan berusaha untuk mendapatkannya.
Sekali ini, kamu tidak bisa berbuat apa-apa kalau anakmu terlahir laki-laki.”
“Sepertinya kamu yang bermasalah,
aku tidak memiliki masalah dalam kelamin anak kita nanti Bu.
Sudah kenal cukup lama tetapi kamu belum juga mengenal aku.”
“Aku mengenalmu, dan sangat mengenalmu.”
“Kalau kamu mengenalku seharusnya kamu tidak mengkhawatirkanku.”
“Karena aku sangat mengenalmu dalam waktu yang cukup lama di LSM,
itu yang membuatku khawatir.” Suara ibu hamil tersebut terdengar datar.
“Apa yang kamu khawatirkan dari aku?” Suaminya pun juga menjawab dengan suara yang tak kalah datar.
“Kamu terlalu mengagung-agungkan sosok berkelamin wanita.
Sampai-sampai dipikiranku kamu menganggap bahwa lelaki tercipta dari sisi buruk perempuan.”
“Ya, itu memang benar. Lalu apa masalahnya.”
“Masalahnya bagaimana kalau anak kita nanti terlahir laki-laki.”
“Hentikan!” tiba-tiba saja suami membentak dan dapat digambarkan dengan jelas suasana pada waktu itu menjadi sepi sesepi berada di dasa lembah.

Tanpa pertanyaan dan pernyataan lagi,
Malam itu percakapan suami istri tersebut seketika berakhir.




“Kelamin adalah masalah sepele bentuk alat kencing.” Hal tersebut merupakan keyakinan yang setiap hari selama bertahun-tahun selalu dikuatkan dalam hatinya, hati seorang bapak yang berusaha menerima kenyataan bahwa anak perempuan yang diharapkannya ternyata berkelamin laki-laki. 

Setelah lebih dari 16 tahun,
percakapan tersebut tak pernah terdengar lagi kelanjutannya, sekali pun.

“Seno, jangan lupa pulang sekolah langsung buat KTP ya nak.” Pesan ibu kepada anaknya sebelum berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
“Iya Bu.” Jawab anak yang bernama panjang Roseno Putra Kartono dengan lembut. Anak lelaki itu pun segera berangkat ke sekolah, dengan perasaan tidak senang seperti biasanya. Dan tidak ada yang tahu.


Pergaulan sesat adalah pergaulan bangsat,
yang bangsat adalah yang jalang,
dan yang jalang cuma wanita, aku.

Sekolah adalah tempat membosankan dan paling memuakan untuk Seno,
dan tak ada yang tahu, hanya Seno dan kawan-kawannya yang mengetahui keberadaan sebenarnya.
Hari-harinya dilalui dengan sebutan banci, jalang, keple, dan sebagainya yang bernada melecehkan sosok kelaki-lakiannya.

Apa salahnya memiliki gaya bicara yang lembut?
Apa salahnya aku suka berpakaian rapi?
Apa salahnya aku tidak suka melihat sesuatu yang kotor?
Apa salahnya aku?
Aku tidak bersalah!
Pertanyaan tersebut selalu dipertanyakan Seno setiap hari sedari kecil, apa yang salah dari hidupnya?

Perempuan tidak pernah bersalah, kenapa dijadikan sebagai alasan olok-olokan? Apa yang jalang cuma perempuan? Pelacur laki-laki pun ada. Dan mereka lebih munafik daripada pelacur perempuan yang berani terang-terangan mengakui dirinya sebagai pelacur.
Apa suka bersih dan rapi itu salah? Kalau pun salah. sekarang sudah banyak wanita tomboy.
Apakah masih salah? Bukannya emansipasi wanita sudah ada lama?
Aku percaya perempuan tercipta tidak untuk disalahkan dan dijadikan salah.

Aku jadi ingat sewaktu aku masih kecil, ketika itu aku menghabiskan sore hingga malam hari bersama bapakku. Aku lupa alasannya, dan tiba-tiba saja aku bertanya kepada bapakku, “Pak, beda laki dan perempuan itu apa?”.
“Kamu kenapa Tanya? Kamu pengen jadi perempuan?“, jawab bapak sembari tertawa.
“Bedanya apa Pak?” Aku pertegas pertanyaanku.
“Kamu dengar baik-baik, lelaki adalah sisi buruk wanita.”
“Apa itu wanita Pak?” Sahutku.
“Wanita itu perempuan. Bapak ulang ya, kamu dengarkan. Dan jangan dipotong, kalau kamu memotong omongan orang lain berarti kamu tidak sopan. Kamu seharusnya sopan seperti ibumu, ibumu perempuan yang sangat sopan, dan juga cerdas. Lelaki adalah sisi buruk perempuan, dan perempuan adalah wujud sempurna dari laki-laki.“
“Maksudnya apa Pak?”
“Maksudnya, perempuan lebih baik dari laki-laki, seperti itu.”
“Kalau banci Pak?”
“Banci? Menjadi banci itu tidak salah. Kesalahan mereka adalah mereka tidak bisa menerima keadaan yang sebenarnya kalau mereka laki-laki. Mereka terlalu mengagumi sosok perempuan, sehingga merubah dirinya agar seperti perempuan.”
“Kalau begitu yang menentukan lahir sebagai laki dan perempuan siapa Pak?”
“Kalau kelamin bisa ditentukan, lalu bagaimana ada lelaki di dunia? Pasti mereka semuanya memilih menjadi perempuan. Kelahiran tidak bisa ditentukan.”
“Kelahiran tidak bisa ditentukan? Seperti mbak-mbak mahasiswi di seberang rumah? Yang diusir orang tuanya karena hamil? Hamil asalnya darimana Pak..?”
“Aku masih ingin menanyakan hal pada malam itu, tetapi bapak segera menyuruhku untuk masuk kamar. “Sudah malam, kamu masuk kamar sana, belajar biar pinter. Jangan tidur terlalu malam juga.”

Malam itu mata bapak terlihat berkata kepadaku “kamu tidak sopan”.


Tiba-tiba saja ada yang melempar sesuatu ke kehidupanku,
mengoyakkan pikiranku, sehingga pikiranku berantakan.

“Plak!” Suara buntalan kertas bekas yang dilempar ke kepalaku. Aku tahu itu kertas bekas setelah melihatnya terjatuh di lantai setelah mengenai kepalaku.
“Bajingan!” Tiba-tiba saja aku dapat mengeluarkan makian. Seketika itu kelas menjadi sepi, semua orang melihatku. Mungkin aku terbiasa mendengar makian-makian yang diberikan untuk, dan aku hanya berusaha mengembalikannya dalam bentuk 1 frasa.  Aku paling benci kalau aku terganggu saat asyik berjalan-jalan dalam pikiranku. Kalau pikiranku terganggu, dan aku tersesat, lalu siapa yang harus disalahkan?
            “Kamu ngomong apa Seno! Segera keluar, jangan masuk pelajaran saya hari ini!” Bentak guru baru berkelamin lelaki yang sedang mengajar, padahal beberapa bulan yang lalu dia cuma numpang KKN di sekolahku.
Dan aku keluar begitu saja tanpa dimintai dan memberi penjelasan apa pun.

“Dasar Mawar banci! Nama kamu diganti Rosena saja, biar lebih imut!” Makian teman-temanku yang sering kudengar itu, seperti memberi sorak-sorai bangga kepadaku, karena ini adalah pertama kalinya aku berkata kotor dengan mengumpat bajingan. aku berhenti sebentar, tidak ada lagi makian yang kudengar. Aku lihat orang-orang yang melihatku, termasuk guru baru yang tiba-tiba saja membentak dan mengusirku keluar tanpa tahu duduk perkaranya.
Aku merasa hebat, hari ini umurku 17 tahun. Umur  tersebut adalah umur diakuinya keberadaan seseorang, yang dilambangkan dengan dimilikinya KTP. Aku menyambutnya dengan umpatan. Aku berharap bapakku tidak tahu, aku takut tidak diakui sebagai anaknya karena aku tahu sifat bapakku yang yang tidak suka dengan hal-hal yang berbau kerusuhan.


Aku masih berdiri dengan kesombongan,
kebanggan tersebut aku dapatkan bersusah payah dalam waktu yang cukup lama.
Biar saja orang lain melihat heran,
yang pasti aku tidak boleh heran kepada diriku sendiri,
karena aku sendiri yang tahu diriku sendiri.

Aku masih berdiri di depan kelas, dengan gagah berani layaknya pahlawan proklamasi. Aku ingin menunjukan kepada orang-orang yang melihatku, kalau cuma disuruh berdiri seperti ini tidak terasa apa-apa buatku. Aku ingin membuktikan kepada guru baru yang lagaknya sok hebat, kalau aku tidak butuh bangku sekolahan dimana ada pengajar yang tidak masuk akal seperti dia.
“Ini jam pelajaran saya. Kamu masuk kelas saja, kamu sudah tidak disetrap. Saya perbolehkan kamu masuk.” Ucap seorang ibu guru setengah baya kepadaku. Aku sekarang jadi tahu apa yang dimaksudkan bapakku “lelaki adalah sisi buruk perempuan”.
“Tidak Bu, saya memilih disini. Sudah terlanjur nyaman. Saya bebas memikirkan apa yang ingin saya pikirkan, tidak seperti didalam kelas. Saya juga bosan, saya ingin berdiri di sini sampai jam sekolah selesai.” 
“Itu terserah kamu, itu pilihanmu. Kalau kamu kelelahan, kamu boleh masuk dan duduk di kelas.” Jawab ibu guru tersebut kemudian masuk ke kelas untuk mengajar.
Aku manfaatkan waktu itu untuk menikmati kesendirianku.


Aku ingin segera pulang, dan segera membuat KTP,  dan waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah bel berbunyi aku segera masuk kelas. Sewaktu itu bu guru ramah tadi masih mengajar. Saya segera ambil tas begitu saja, dan berpamitan.

Teman-teman di kelas melihat ada yang berbeda denganku, mereka hanya melihat terheran-heran. Aku berpikir mungkin karena umurku sudah 17 dan sifat alami laki-lakiku keluar. 


Di Kelurahan aku disuruh mengisi formulir biodata untuk KTP. Aku bingung.
tanpa disadari aku menulis kelaminku perempuan dan namaku Rosena Putri Kartono.


Dibuat dari jam 15.00 sampai jam 16.23,
18 Desember 2012

















































Rosena Nmotise




Saya suka membaca cerpen,
tetapi saya tidak suka membuat cerpen karena saya merasa tidak bisa membuat cerpen.


Pada awalnya saya ingin membuat tokoh Rosena sebagai sebuah simbol dalam cerita. Saya tidak mau menjelaskan Rosena sebagai simbol apa, saya biarkan pembaca mengartikannya sendiri. Toh saya juga tidak tahu dan tidak bisa menjelaskan apa, he he he


Ini sebenarnya adalah cerpen yang harus dibuat untuk kepentingan tugas kuliah.
Tugas kuliah tersebut adalah membuat sebuah cerpen berdasarkan lirik sebuah lagu. 
Lagu yang saya pilih adalah "Don't Worry" , lagu reggae yang dinyanyikan oleh Tony Q.
Beberarap waktu yang lalu saya menganggap lagu tesebut sebagai lagu mars dalam membuat skirpsi.
Lirik-liriknya membuat saya bersemangat dan pantang menyerah dalam menjalani perkuliahan. Tetapi sayangnya saya sudah bosan dan tidak terinspirasi apa-apa lagi dari lagu itu, he he he

Ide dari cerpen ini awalnya adalah perjuangan seorang mahasiswa untuk lulus, ha ha ha
Tidak tahu kenapa dalam proses pembuatannya saya memiliki keinginan untuk membuat cerpen ini terlihat imut. Bisa jadi penyebabnya adalah mata kuliah yang satu ini saya ambil sekelas dengan anak semester 3. Sebenarnya saya belum mengambil mata kuliah ini karena suatu kecelakaan, orang-orang mengira saya mengulang mata kuliah ini. Saya biarkan saja, toh saya sendiri juga memang sering mengulang, ha ha ha

Saya sebenarnya ingin membuat tokoh Rosena ini bagaikan mawar indah yang tidak bisa melihat keindahannya sendiri. Salah satu penyebabnya adalah saya sering muak melihat orang-orang yang tidak indah tetapi sok indah (artikan sendiri, he he he ). Saya ingin memperlihatkan kepada orang-orang sok indah tersebut kalau ada sesosok makhluk yang benar-benar indah tetapi tidak pernah merasa indah, apalagi sok indah. Saya bukan cerpenis handal, jadi maklum saja ide-ide saya tidak bisa disampaikan dengan jelas, he he he

Beberapa perempuan berkata kepada saya agar membuat lanjutan cerita ini, dan mereka berharap cerpen ini berlanjut menjadi novel. Mungkin pada saat itu mereka sedang kesambet, atau mungkin berusaha menghibur saya karena tulisan saya jelek.

Selamat membaca, 
Salam #mawarnakal ...


  
Rosena

Pagi ini terasa sangat memuakan, udara yang tercium tidaklah terasa segar tetapi merasa busuk. 
Burung-burung tak terlihat beterbangan di langit, matahari juga terasa membuat panas keadaan.
Pagi itu Rosena harus terpaksa harus mandi. Sebagai seorang perempuan dia terasa tertindas, pasalnya semua orang selalu menuntut dia untuk terlihat sok imut.
“Apa sih gunanya mandi? Untuk membersihkan badan khan? Sedangkan aku merasa badanku bersih? Aku akan mandi kalau aku sudah merasa gatal-gatal, kenapa menjadi perempuan selalu dituntut untuk selalu ribet.” keluhnya sambil menenteng handuk masuk ke kamar mandi.
Tak lama kemudian mahasiswa semester 8 itu pun keluar dari kamar mandi. Aroma badannya wangi aroma keterpaksaan menjalani pagi ini. Setelah berganti baju dia langsung menuju ke dapur yang terletak di samping kosannya. Seperti biasanya, dia akan sarapan susu dan roti tawar.
Sembari dia membuat susu, di mulutnya ternyata sudah terlihat roti tawar yang sudah tampak setengah. Dia memang tak pernah berlama-lama sewaktu mengunyah makanan karena dia merasa itu tak berguna, toh akhirnya sama-sama masuk ke perut juga.  
“Lama-lama kok hidupku rasanya muter-muter seperti susu ini ya?
diaduk-aduk agar bisa campur jadi satu, cuma untuk diminum.” Keluhnya sewaktu mengaduk susu cair dengan air panas, menu untuk sarapannya.
“Bertele-tele dibuat, berlama-lama diaduk, sama saja khan? Sebentar diminum juga sudah habis.
aku agak tak paham dengan sesuatu yang seperti ini. Menurutku membuat susu untuk diminum dengan cara mengaduknya hanya berfungsi untuk pemanis dilidah. Seandainya aku minum air hangat 1 gelas dan kemudian minum susu cair secara terpisah dalam waktu berdekatan, mungkin gunanya akan sama saja.“ ucapnya setelah menghabiskan susu hangat satu gelas sebelum dia bergegas berangkat kuliah.

Dia berjalan kaki dari kosannya menuju kampus, jarak kosnya tidak begitu jauh.

Sepatu yang digunakan tidak dipakainya dengan benar, seatu tersebut diinjak bagian belakangnya. Sepatunya adalah sepatu bekas kakaknya dulu yang tidak dipakai lagi karena sudah kekecilan. Hal kecil yang tidak begitu penting tersebut menjadikan Rosena seperti seorang pencuri perhatian. Tetangganya ada yang sudah terbiasa melihatnya, ada juga yang tetangganya yang walaupun sudah sering melihatnya masih juga terheran-heran, ada juga orang-orang yang menolehkan kepala setelah melihatnya cara mengenakan sepatu, sepertinya hendak meyakinkan apa yang dilihatnya.
Rosena memiliki paras yang cantik, rambutnya yang panjang tergerai cantik alami walaupun tidak pernah ke salon. Walaupun cara memakai sepatunya sembarangan, tetapi dengan sekali melihatnya siapa pun akan tahu kalau sepatu dia adalah sepatu converse, sepatu yang cukup ternama dan cukup mahal.
Sebenarnya Rosena adalah anak orang kaya yang kekayaannya secara berlebihan. Ayahnya memiliki showroom mobil, sedangkan ibunya mengelola 2 rumah makan yang cukup besar. Mungkin dia adalah anak yang bodoh karena tidak memanfaatkan keadaan itu dengan sebaik-baiknya, seperti memakai uangnya untuk perawatan ke salon, membeli pakaian bermerk ternama dengan harga mahal, atau mungkin meminta kendaraan jenis terbaru untuk mengantarnya kemana saja dikota tepat dia kuliah.  
Kurang dari 10 menit sampailah dia di depan pintu kelas, dia sudah terlambat beberapa menit dari jam mulai pelajaran seharusnya, tetapi yang dilihatnya pertama kali adalah bangku dosen yang kosong. Kemudian dia bertanya kepada salah seorang temannya yang sedang autis bodoh dengan handphone canggihnya setelah menepuk pundaknya, “Dosennya kemana? Sudah datang?”.
“Kamu kaya nggak tahu saja kebiasaan dosen itu, paling-paling telat.”
“Tapi ada khan? Aku soalnya mau bimbingan skripsi hari ini.”
“Kamu mau bimbingan? Ciyus? Miapah?”
“Hah? Kamu itu ngomong apa? Aku nggak dong bahasa kamu.”
“Maksudku kamu beneran mau bimbingan?”
“Ya iyalah, ini lagi mau ngajuin proposal.”
“Buru-buru cepet lulus banget”. Sahut temannya acuh tak acuh sambil tetap autis bodoh dengan handphone canggihnya. Setelah mendengar jawaban dari temannya yang bermuka maksa dengn penuh dempulan, dia segera mencari tempat duduk.
Tak lama kemudian dosen yang seharusnya datang tepat waktu itu pun tiba.
“Anak-anak, bapak ada acara. Sebagai gantinya kalian membuat tugas. Ini tugasnya sudah bapak siapkan. Oh iya, teman kalian yang tidak masuk tidak usah diberi tahu kalau ada tugas. Kalian besok absensi 2 kali, kalau mengerjakan tugas.” Kata bapak itu sembari bergegas meninggalkan kelas.
“Sebentar Pak!” teriak Rosena.
“Ada apa ya? Tanya dosen tersebut.
“Saya mau menyerahkan proposal skripsi Pak.” Ucap Rosena sambil mendekat dan segera menyerahkan proposalnya.
“Nanti saya baca. Minggu depan kamu datang ke ruangan saya ya.” Jawab dosen tersebut sambil meninggalkan Rosena pergi. 


Rosena tidak menjawabnya, dia tidak terlihat jengkel karena tingkah dosen tersebut yang terkesan seenaknya.


Matahari semakin terasa menyebalkan panasnya, kicau burung tidak terdengar satu ekor pun, hanya tercium udara panas dan terdengar berisik kendaraan.
Rosena menghindari itu semua. Dia memilih berada di taman belakang kampusnya dan duduk dibawah pohon yang cukup besar dengan lesehan tanpa alas. Tidak ada yang dia kerjakan, dia cuma duduk –duduk saja nyaris seperti anak hilang. Dia merenung merasa muak dengan hidupnya yang terasa seperti sudah dipaksa dan tanpa kebebasan.
Kejadian pagi hari juga mengganggunya, mulai dengan kebiasaan mandi yang dia tidak suka, teman tololnya penganut aliran konsumerisme fanatik, dan proposal skripsi yang sudah dibuat berminggu-minggu tetapi ditanggapi dengan tidask sesuai harapan. Semuanya seperti sudah terencana untuk membuat hari indah Rosena menjadi terasa berantakan.
Sampai sekarang ini dia masih bingung kenapa perempuan harus terlihat cantik dan anggun. Dia selalu bertanya-tanya kenapa harta kekayaan selalu menjadi sesuatu yang dipamerkan. Dia selalu tidak terima dengan keadaan dimana orang harus berusaha tampak sempurna. Sebenarnya dia hanya ingin hidup apa adanya dengan sesukanya, termasuk perempuan yang tidak dipandang jijik ketika tidak mandi.
Tak lama kemudian dia mengeluarkan buku yang berjudul Nada Kedelapan. Buku itu dilihatnya secara perlahan. Dia buka, dia baca, dan dia merasa sangat menikmatinya. Sesekali dia juga terlihat tampak jelas sekali sedang menahan senyum.
Sebenarnya buku itu adalah buku kumpulan puisi anak-anak disebuah panti asuhan. Buku itu nantinya akan diperbanyak dan akan dijual untuk kelangsungan hidup anak-anak di panti asuhan tersebut. Rosena sendiri yang mengurusi dan membantu penerbitan buku itu.
Tiba-tiba dia menutup buku itu, dan melihat sampulnya. Nada Kedelapan. Sebuah nada yang belum diketemukan. Dia kemudian teringat pertemuannya beberapa tahun lalau dengan Budi di bawah sebuah jembatan. Budi adalah penghuni panti asuhan yang dia carikan dana. Sewaktu itu Budi yang berpakaian dekil dan compang-camping sedang terisak menangis, dan Rosena menghampirinya.

“Kamu kenapa dik?” Tanya Rosena sambil membelai lembut kepala anak itu.
“Saya habis dipalak sewaktu ngitung uang. Padahal uangnya mau saya kasih ke bapak.”jawabnya sambil tersedu-sedu.
“Kamu ngamen? Minta-minta? Disuruh bapakmu dik?”
“Saya nggak disuruh, saya minta-minta sendiri”
“Pulang aja yuk, nanti kakak antar.”
“Nggak mau, saya mau kasih uang ke Bapak.”
Walaupun Rosena tidak mengenal anak itu, dia merasa iba dengan anak itu. Pakaian anak itu tidak membuatnya Rosena merasa jijik dan berpikiran buruk kepadanya.
“Gini saja dik, uang kamu kakak tukar. Tapi kakak harus antar kamu pulang.”
“Beneran mbak? Tanya anak itu dengan polosnya sambil mengusap air matanya.
“Ehm, iya. Malah mbak tukar 2 kali lipat.” Ucap Rosena sambil menyesesuaikan panggilan anak itu.
“Rumahku di panti asuhan diujung jalan sana. Ada gang kecil nanti masih jalan sebentar. Mbak jadi mengantar?” tanya anak itu dengan riang.
“Ayo segera pulang. Bapakmu sudah menunggu dirumah.” Ajak Rosena sambil mengusap air mata anak itu.

Setelah sampai di panti asuhan tempat Budi tinggal, Rosena menjadi tahu kalau rumah tersebut akan digusur karena pengurus panti asuhan tersebut sudah tidak pernah mendapat donatur lagi. Anak-anak yang tinggal disitu terpaksa harus bekerja sepulang sekolah, bahkan ada yang sudah berhenti sekolah.

Rosena sangat benci keadaan yang ada disekitarnya, termasuk menjadi anak orang kaya yang dipandang orang. Dia merasa terpenjara dengan keadaannya sendiri, tidak ada yang memaksanya, tetapi dia merasa dituntut untuk terlihat sebagai perempuan yang sempurna dimata  banyak orang. Dia sangat benci keadaan itu.
Kali ini dia akan merasa sangat bersalah sekali karena dia harus berkata “Pak, saya adalah..? Saya akan membeli rumah ini berapapun harganya agar anak-anak asuhan bapak bisa tetap tinggal disini. “
“Bukannya apa, tetapi mbak siapa ya?” tanya bapak pengurus panti tersebut dengan gemetran tidak percaya.
“Orang tua saya kebetulan adalah orang yang mampu. Dan saya yakin saya bisa meminta orang tua saya untuk membeli rumah ini.”
“Saya bukan tidak mau menerimanya. Tetapi saya merasa tidak enak kepada mbak. Saya belum pernah bertemu dengan mbak.”
“Tidak apa-apa Pak, saya lahir batin ikhlas.”
“Ini bukan ikhlas dan tidak ikhlas mbak, saya benar-benar merasa tidak enak”Ucap Bapak itu dengan mata yang mulai berair.
“Saya tidak pernah membantu orang lain. Mungkin ini saatnya saya membantu orang lain Pak.” Jawab Rosena dengan senyum manis dan menahan air mata.
“Mbak membayar biaya kontrakannya saja saya sudah berterimakasih sekali.”
“Tidak Pak, saya akan membeli rumah ini untuk anak-anak yang ada disini.”

Suasana tiba-tiba menjadi haru, Rosena dan bapak pengurus panti asuhan berpelukan. Anak-anak yang melihatnya juga ikut terharu. Budi yang saat itu melihat segera pergi kekamarnya untuk menangis keras-keras.

Tanpa sadar Rosena tersenyum dengan mata berair mengingat kejadian itu. Setiap mengingat pertemuannya dengan Budi, dia selalu merasa sangat bersyukur dengan keadaannya saat ini.  Dia menjadi ingat kenapa dia tidak suka mandi dan terlihat rapi sejak awal kuliah, Karena dia tahu tidak semua orang dapat minum air bersih tidak semua memiliki pakaian yang kayak pakai.
Dia merasa belajar banyak dari anak kecil yang bernama Budi. Sebelumnya dia pernah menyesal karena dilahirkan sebagai anak orang kaya raya, tetapi setelah kejadian itu dia merasa bersyukur karena dia bisa menolong orang lain dengan keadannya itu. Setelah pertemuan dengannya, dia menjadi lebih bersemangat menjalan hari-harinya, karena dia tahu banyak hal yang harus dilakukan sebelum mimipi-mimpinya terwujud.


Cuaca menjadi mendung perlahan, 
Rintik-rintik air sudah terasa dikulit.
Rosena tidak segera berlari mencari tempat untuk berteduh,
tetapi dia segera mencari tempat sampah dan mengobrak-abrik isinya.
Dia mengambil sebuah kantong plastik dan memasukan buku
 Nada Kedelapan tersebut kedalamnya.
Hujan turun deras, 
Rosena tidak berteduh, tetapi seperti merasa menikmati air hujan yang menguyur tubuhnya.

Mungkin dia merasa kehidupannya yang dirasa tidak enak akan ikut luntur terbawa air hujan.


Pagi ini cerpen ini dibuat dengan terpaksa.
1048
61112