Kamis, November 15, 2012

Tragisnya Kerelijian


Manusia dilahirkan dengan tidak sempurna,
dan tidak mungkin bisa sempurna,
karena pada takdirnya manusia tidak akan pernah sempurna.

Itu menurut pandangan religi.

Pandangan religi selalu menganggap manusia sebagai makhluk yang berdosa,
dan selalu menajiskan diri sendiri agar merasa tidak layak hidup di dunia,
ya memang seharusnya begitu,
agar manusia tidak sombong.

Itu menurut pandangan dulu.

Menjadi orang religi pada jaman dahulu adalah benar-benar membutuhkan suatu pengorbanan,
mengorbankan apa saja, kenyamanan yang ada misalnya,
Seperti dianggap sok suci oleh orang lain.
Resiko itu sudah dipikirkan sebelumnya matang-matang.

Pada saat itu pengakuan orang sebagai orang religi adalah suatu perjuangan,
yang diperjuangkan adalah agama dan tuhannya, diri sendiri dan ucapan,
menjadi orang religi seperti mempertaruhkan hidup,
menghilangkan kehidupan lama dan untuk memperoleh kehidupan baru.

Kehidupan baru tersebut adalah kehidupan yang membahagiakan, aman, dan nyaman secara batin.

Itu dulu.


Pada saat ini sebutan sebagai orang religi hanyalah sebagai sandangan,
cuma sebagai penghias dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sebelum dan sesudah ibadah, kegiatan ibadah mereka dipublikasikan secara besar-besaran,
hanya untuk pamer, atas nama eksistensi belaka.
Ada juga yang pada saat ibadah berusaha lebih menonjol dari yang lain,
usaha apapun dilakukan, termasuk bertingkah aneh.

Pakaian pada jaman dulu bisa dikatakan sebagai patokan orang dipandang baik dan buruk,
itu memang benar, dan seharusnya begitu.
Sampai sekarang juga seharusnya seperti itu.

Penampilan seharusnya bisa mencitrakan diri baik atau buruk dengan jelas,
penampilan harus bisa menjelaskan identitas, bukan pencitraan tipu-tipu.


Berapa banyak wanita berpakaian tidak senonoh,
yang lalu-lalang di depan tempat ibadah,
tempat ibadahnya sendiri dan tempat ibadah orang lain?

Penampilan yang mencitrakan citra buruk seperti itu seharusnya tanpa hiasan atau manik-manik berbau religi,
karena hal itu hanya akan mempermalukan banyak pihak,
mempermalukan diri sendiri, agama dan tuhannya, orang-orang sekitarnya dan juga kenalannya,
tanpa dipikirkan, seharusnya hal itu sudah disadari.

Berapa banyak lelaki yang berkata kotor disekitar tempat ibadah?
Padahal sejatinya tempat ibadah wajib dipandang sakral,
dianggap angker juga boleh-boleh saja.
Pandangan apa pun boleh-boleh saja, selama tidak menghina dan melecehkan.


Betapa bahaya kalau penilaian orang dipandang dari apa yang dibicarakannya?

Bisa-bisa sebelum melakukan kejahatan, penipuan misalnya,
si calon penipu itu mencitrakan dirinya yang baik-baik di depan orang banyak?

Betapa rendahnya kalau penilaian orang dipandang dari apa yang dibicarakannya?

Citra religi yang dicari-cari dan melekat erat,
begitu saja bisa menjadi aib dan olok-olokkan,
jika 1 kata yang hanya salah pengejaan saja keluar dari mulut.

Tetapi,
memang seharusnya seperti itu,
agar orang berhati-hati, tidak menyepelekan, apalagi mempermainkan "kata" "agama" dan "tuhannya",
cukup kata saja, tanpa arti dan sedikit pemahaman.



Pada saat ini,
banyak orang berusaha tenar,
berusaha megah dan mewah dengan julukan orang religi.

Padahal ketenaran dari hasil penipuan tadi sangat berbahaya,
penyakit penipuan tersebut bisa menular, dengan cepat.

Penyakit tersebut sangat berbahaya,
bisa membuat iri disekitarnya,
iri karena ingin juga terlihat seperti itu,
iri karena merasa tidak bisa seperti itu,
iri karena merasa kereligiannya dihinakan,
dan sebagainya.

Sehingga pada akhirnya semua orang berusaha lebih religi,
entah dengan cara terlihat beribadah lebih menonjol,
atau melakukan penghilangan.

Penghilangan ini juga termasuk salah satu dampak dari penyakit, penyakit ketenaran.

Orang-orang yang berurusan dengan penghilangan,
walaupun hanya memikirkan saja dan belum berbuat apa-apa,
sebenarnya orang-orang tersebut ingin lebih menonjol,
dan ingin menjadi yang paling menonjol.

Kalau keadaan sudah mengerikan seperti ini,
tidak ada cara lain selain bertahan dan melawan,
bertahan dengan berpendirian, dan melawan dengan tidak ikut-ikutan.


Religi pada saat ini bukanlah sesuatu mulia yang dimuliakan,
tetapi suatu ketragisan dan keironian yang perlu diprihatinkan.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar